
Penulis: Ahmad Akbar J.S
Unsulbar News – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemilu merupakan salah satu elemen terpenting untuk merawat kedaulatan rakyat, karena meletakkan rakyat sebagai titik utama yang memegang kedaulatan primer.
Tidak terasa Pilkada serentak se-Indonesia dan di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) sudah sampai pada menghitung minggu, tentunya para kandidat calon kepala daerah yang ikut dalam kontestasi dan tim pemenangan mengatur strategi dalam memenangkan Pilkada tahun 2024. Ini menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat Sulbar dari pemilih Gen X, Milenial hingga Gen Z, para tim pemenangan pasangan calon kepala daerah, khususnya pada pemilih Gen Z sebagai generasi bungsu yang akan menjadi perhatian tim pemenangan, karena peran Gen Z dalam Pilkada sangat menjanjikan, dalam partisipasi pemilih sampai pada 25%.
Ini merupakan angka yang signifikan di mana suara/hak pilih Gen Z akan diperebutkan, rata-rata Gen Z sekarang didominasi oleh mahasiswa hingga pelajar, sebagai seorang mahasiswa/pelajar dalam menentukan pilihan tentunya harus betul-betul memperhatikan rekam jejak, latar belakang, kinerja dan prestasi yang diraih. Karena pilihan yang akan menentukan daerahnya dalam 5 tahun ke depan.
Pemimpin merupakan simbol dari aspirasi dan keinginan kolektif rakyat, sehingga kualitas kepemimpinan seorang pemimpin tidak dapat dipisahkan dari moralitas dan kesadaran kolektif rakyat yang dipimpinnya. Jika rakyat menjunjung tinggi moralitas, integritas, dan kebaikan, maka pemimpin yang mereka pilih akan tercermin sebagai sosok yang juga mengemban nilai-nilai tersebut.
Jika rakyat tidak berperilaku baik, maka hal ini akan mempengaruhi kualitas kepemimpinan mereka. Sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai rakyatnya dan dicintai oleh rakyatnya. Seburuk-buruk pemimpin adalah yang membenci rakyatnya dan dibenci oleh rakyatnya. Pemimpin harus bijaksana dalam mengambil keputusan dan juga memiliki rasa tahu malu yang memungkinkan mereka belajar dari kesalahan. Sebagai seorang pemimpin jadilah pemimpin yang menjadi inspirasi bagi para anak muda, khususnya Mahasiswa/pelajar sebagai regenerasi
Mengutip Statement Bertolt Brecht
“Buta terburuk adalah buta politik. Orang yang buta politik tak sadar biaya hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat, semuanya tergantung keputusan politik. Dia membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar koar ‘Aku benci politik!’ Sungguh bodoh dia yang tak mengetahui bahwa karena dia tidak mau tahu politik, akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar, perampokan dan yang terburuk korupsi dan perusahaan multinasional menguras kekayaan negeri”.
Apabila kita apatis dalam kontestasi/pesta demokrasi, hal yang tidak diinginkan akan benar-benar terjadi, pemerintah/penguasa yang diamanatkan kekuasaan akan leluasa mengambil kebijakan.Hal ini bisa saja di bawa ke arah yang hanya menguntungkan kroni-kroninya, maka dari itu sebagai mahasiswa pentingnya melek politik untuk kita ketahui arah dan tujuan kebijakan mengarah ke mana. Apakah menguntungkan orang banyak atau hanya sekelompok orang, kita harus tetap kawal. Sebagai seorang mahasiswa jadilah pemilih cerdas dalam memilih.
Merujuk pernyataan Staf Ahli Menkominfo Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya R Wijaya Kusumawardhana, membeberkan ciri-ciri pemilih cerdas yaitu bisa menyimak dengan cermat visi misi dan program kerja yang ditawarkan oleh para calon pemimpin. Memahami apakah visi, misi, dan program itu sekadar janji manis belaka atau secara rasional dapat diwujudkan sesuai nalar mereka. Menekankan pemilih tidak fokus pada popularitas calon saja. Melainkan juga memahami komitmen calon pemimpin yang akan dipilih.
Pemilih cerdas tidak meletakkan pilihan hanya pada popularitas calon pemimpin atau hanya mengandalkan tawaran janji kebijakan yang sifatnya sesaat. Mereka memahami rencana dan komitmen calon pemimpin terhadap masa depan bangsa dan negara ini, Pemilih yang cerdas tidak terjebak dalam fanatisme sempit dan waspada atas berbagai provokasi yang membuat mereka mudah tersulut emosi atau terjebak pada debat yang tak berkesudahan pemilih cerdas harus menolak praktik politik uang yang justru akan melanggengkan korupsi. Jadilah pemilih yang berintegritas dalam menggunakan hak pilihnya, serta bijak dalam memilih untuk kemajuan daerah Sulbar.
(Penulis merupakan Ketua BEM Fisiphum Unsulbar Periode 2024-2025)